Sepanjang 2 jam 30 menit persidangan, Buyung Marajo dan Rusfauzi Hamdi hampir tak saling tatap. Duduk berhadapan dengan tiga Majelis Hakim Komisi Informasi Kaltim. Kedua pihak yang saling bersengketa informasi publik tersebut, asyik mencatat di secarik kertas.

Jemari kanan Buyung yang sehari-hari direktur Pokja 30 berhenti ketika Anggota Majelis Sidang Lilik Rukitasari membacakan pendapat majelis. Kepalanya mengangguk ketika poin 4.36 dokumen putusan setebal 32 halaman itu dibacakan. Poin krusial yang jadi pangkal kekalahan Pokja 30 melawan Badan Amil Zakat (Baznas) Samarinda.

Sejak Juni 2019, lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada kebijakan publik dan transparansi anggaran itu menggugat transparansi pengelolaan dana umat di Samarinda.

Poin berisi fakta-fakta persidangan tersebut menjabarkan pengakuan Pokja 30 sebagai pemohon yang gagal karena kegagalan dasar dan rumah tangga (AD/ART) yang telah disahkan Kementerian Hukum dan HAM. Padahal ini salah satu syarat administrasi yang harus melengkapi permohonan dari kelembagaan.

Ada dua hal yang tidak bisa mengajukan sengketa, individu dan kelompok masyarakat. Ini mengacu pada Peraturan Komisi Informasi pasal 11 huruf 1. “Majelis berpendapat, pemohon (Pokja 30) tak memenuhi syarat legal standing dalam sengketa aquo,” ucap Lilik, Kamis 30 Januari 2020.

Ketiadaan dokumen itulah yang membuyarkan perjuangan Pokja 30 transparansi anggaran Baznas untuk saat ini. “Menolak permintaan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim KI Kaltim, Muhammad Haidir, diiringi ketukan palu.

Ketua Komisioner KI Kaltim tersebut mempersilakan dua pihak yang bersengketa mengajukan banding. Terhitung 14 hari sejak amar putusan diterima dua pihak. Nyatanya kedua pihak memilih tak banding.

“Mudahan ini menjadi sidang terakhir,” ucap Wakil Ketua I Bagian Pengumpulan Baznas Samarinda, Rusfauzi Hamdi.

Alasan Pokja 30 dan Baznas Samarinda

Buyung sudah memprediksi gugatan yang diajukan bakal kalah sengketa karena terganjal AD/ART sebagai syarat legal standing. Saat Juni 2019, asal-usul perselisihan ke Baznas, Pokja 30 sedang mengajukan perubahan akta notaris ke Kemenkumham. Prediksinya, kegiatan organisasi itu akan dekat saat proses persidangan di KI Kaltim. Maksimal sebelum sidang putusan.

“Akta di notaris 3 kali ditolak. Tidak boleh ada kesamaan nama, tidak boleh ada angka dan singkatan (dalam nama organisasi),” Buyung bercerita.

Meski kecewa sedikit, Buyung lega dengan kesimpulan majelis hakim KI Kaltim. Kesimpulan dari fakta persidangan itu malah menguatkan pertanyaan 30 tentang informasi pengelolaan dana umat.

Pertama, Baznas Samarinda memenuhi ketentuan sebagai badan publik. Karena mengelola sebagian atau sepenuhnya dana dari negara dan publik. Pertimbangan majelis lainnya menyebut 18 dokumen yang dimintakan Pokja 30 terbukti sebagai dokumen publik. hukumnya, Baznas Samarinda wajib menyediakan dan mengumumkan dokumen itu melalui siaran dan media apapun tanpa harus menunggu adanya permintaan informasi.

Itu mengacuPasal 9 Undang-Undang 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Juntco Pasal 11 Perki 1/2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik.

Ada 18 data publik yang diminta Pokja 30. Di antaranya adalah penerimaan dan pendistribusian dana ZIS dalam kurun waktu 2016-2018. Juga rancangan anggaran kegiatan tahun anggaran 2016-2018. Termasuk dokumen hak dan operasional amil tiga tahun terakhir. Demikian juga susunan karyawan dan staf Baznas Samarinda.

Pertimbangan lain berdasarkan pemeriksaan juga menguatkan pencarian Pokja 30 serta menyibak sejumlah ketidakberesan pengelolaan dana umat di Baznas Samarinda.

Pertama, tidak berjalannya Sistem Manajemen Informasi Baznas di Samarinda (Simba). Sistem yang terintegrasi ke Dirjen Bina Masyarakat Kementerian Agama ini dinilai sangat penting. Sebab, laporan manajemen pemasukan dan alokasi penggunaan dana umat di-input di Simba.

Baznas Samarinda terakhir mengoperasikan sistem itu 2017 lalu. Sebagai hasil, laporan internal tak terdokumentasi dengan baik. Rekomendasi majelis, Baznas segera membenahi sistem internal itu.

Majelis hakim juga mempertanyakan status Rasfauzi Hamdi yang mewakili Baznas Samarinda selama sengketa informasi di KI Kaltim. Sebab, statusnya sebagai komisioner Baznas Samarinda dicabut lewat Surat Keputusan Wali Kota Samarinda 21 Januari 2019 lalu.

Walaupun Rasfauzi sudah mengantongi surat keputusan pimpinan Baznas Kaltim sebagai pelaksana harian Baznas Samarinda, majelis memiliki pendapat lain. surat itu tidak bisa mengugurkan SK Wali Kota tentang pemberhentian Rusfauzi sebagai komisioner periode 2016-2021. ada 3 komisioner Baznas yang mengingatkan diri.

Karena itu, majelis menilai Rusfauzi tidak mengeluarkan kebijakan apapun yang mengatasnamakan Baznas Samarinda. Terkhusus terkait sengketa informasi dengan pemohon.

“Kami akan memperbaiki Simba, setelah ini. Yang jelas laporan penggunaan anggaran ada,” klaim Rusfauzi setelah sidang.

Meski memutuskan tak banding atas putusan kali ini, Buyung membahas sengketa lewat prosedur gugatan individu. Nantinya, data yang mereka peroleh akan dianalisis. Bagaimana pemanfaatan dan penyebarannya. Intinya, tegas Buyung, upaya tersebut untuk publik. Setelah sidang, kedua pihak yang sempat berselisih berbagi kehangatan dengan bersalaman. “Apapun temuannya, bisa jadi masukan kepada publik,” ujarnya. (*)

Sumber: Kaltim Kece