Aksi protes terhadap kebijakan pemerintah terkait dengan pembangkitan tenaga listrik tenaga uap (PLTU) dari daftar bahan berbahaya (B3) terjadi di berbagai daerah. Demonstrasi disertai aksi teatrikal dan poster pembentangan, mendesak Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk membuat peraturan baru itu.

Menurut Bersihkan Indonesia, gerakan organisasi masyarakat sipil, aksi serentak itu telah digelar 13 kota secara serentak sebagai bagian dari gerakan #BersihkanIndonesia. Di antaranya Pangkalan Susu, Padang, Bengkulu, Lahat, Pekanbaru, Samarinda, Labuan, Suralaya, Indramayu, Cirebon, Cilacap, Batang, dan Lakardowo.

Koalisi Langit Biru di Bengkulu, misalnya, menggelar aksi teatrikal di depan kantor gubernur, Kamis, 17 Maret 2021. Dari video di akun Instagram @kanopihijauindonesia, tampak belasan aktivis yang meragakan penderitaan rakyat akibat aktivitas tambang dan limbah batu bara selama ini. Dampak tersebut dikhawatirkan akan semakin parah dengan aturan baru pemerintah.

Kebijakan yang dipermasalahkan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang juga turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Keluaran ini mengeluarkan fly ash and bottom ash (FABA) dari proses pembakaran batubara pada PLTU yang sebelumnya dikategorikan berbahaya dan berbahaya bagi limbah non-B3.

“Aturan ini akan menjadi ancaman kesehatan bagi warga Kota Bengkulu dan keamanan sumber penghidupan bagi nelayan pesisir barat Sumatera,” kata Ketua Kanopi Hijau Indonesia Ali Akbar yang juga anggota Koalisi Langit Biru, Kamis, 17 Maret 2021.

Di Samarinda, Kalimantan Timur, puluhan mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil evaluasi hal serupa. Unjuk rasa di depan kantor gubernur Kalimantan Timur itu mendesak pemerintah provinsi menolak kebijakan dianggap berpotensi memperparah pelanggaran pengelolaan oleh korporasi.

Aksi massa itu meminta agar Presiden Jokowi menerapkan aturan tersebut. Menurut juru bicara Buyung Marajo, saat ini terdapat 1.400 Izin Pertambangan di Kalimantan Timur dengan luas 5,2 juta hektare.

Keluarnya fly ash and bottom ash dari daftar kategori limbah B3 dikuatirkan mempengaruhi pengelolaan limbah tersebut. akibat kerusakan lingkungan di Kalimantan Timur dapat bertambah.

“Harus dikembalikan bahwa itu adalah limbah berbahaya,” kata Buyung, dikutip suarakaltim, Kamis, 17 Maret 2021.

Di Kota Padang, belasan individu yang menamakan diri Gerakan Rakyat Sumatera Barat membentangkan poster “Presiden Harus Mencabut Kebijakan Ugal-ugalan yang Mengubah Limbah B3 (FABA) Menjadi Limbah Non-B3” di depan kantor gubernur.

Salah satu peserta aksi, Gusrinal, berasal dari Desa Sijantang Koto, Sawahlunto, mengatakan sehari-hari menyaksikan abu terbang batubara dari PLTU Ombilin yang berlokasi di dekat desanya.

Menurut Gusrinal, warga Desa Sijantang Koto kerap mengalami kulit gatal dan iritasi mata. Selain itu, warga juga banyak mengidap penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Gusrinal mengklaim, gangguan penyakit tersebut disebabkan oleh abu terbang dan abu padat batubara dari PLTU Ombilin.

“Makanan kami sering dipenuhi abu terbang yang masuk melalui celah dan celah rumah. Apakah mungkin kami terus-terusan mengonsumsi abu? Dan apakah makanan kami yang terkontaminasi itu tidak berbahaya jika kami makan?” tutur Gusrinal dalam siaran pers, Rabu, 16 Maret 2021.

Gerakan Suara Rakyat mengatakan, kesehatan masyarakat menurun setelah PLTU Ombilin beroperasi. Data Badan Pusat Statistik 2020 menyebut ISPA menempati urutan teratas dalam daftar 10 penyakit terbanyak di seluruh puskesmas di Sawahlunto, dengan persentase sebesar 18,72 persen atau sebanyak 12.660 kasus.

Pada tahun yang sama, terdapat 135 kasus pneumonia yang dirawat di rumah sakit daerah di Sawahlunto. Sementara itu di Kecamatan Talawi, Sawahlunto, jumlah kasus ISPA mencapai 5,038 kasus atau 22,19 persen.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Padang Wendra Rona Putra menyebut penghapusan FABA dari kategori limbah B3 sebagai kemunduran dari komitmen pemerintah dalam memenuhi hak atas lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat.

Menurutnya, kebijakan tersebut akan semakin mengancam kesehatan dan penghidupan masyarakat di sekitar PLTU. khawatir, pengelolaan limbah FABA semakin buruk.

“Kami mendesak Presiden Joko Widodo untuk menghapus FABA sebagai limbah B3,” kata Wendra.

Sebelumnya FABA dikategorikan sebagai limbah B3 karena mengandung berbagai senyawa beracun, seperti arsenik, selenium, timbal, merkuri, dan radium. Dunia medis menyebut senyawa tersebut dapat merusak fungsi organ tubuh manusia, mulai dari paru-paru, jantung, hingga syaraf.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan FABA dari PLTU batu bara tidak memenuhi kriteria limbah B3. KLHK mengklaim, abu terbang batu bara dari PLTU telah melalui proses pembakaran bersuhu tinggi sehingga batubara yang tidak terbakar bersifat minimal dan stabil jika disimpan.

Sumber: Betahita