SAMARINDA – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Kaltim terhadap pengelolaan Participating Interest (PI) 10 persen dari Migas Blok Mahakam sejauh ini memberi penilaian “tidak optimal” untuk penerimaannya.

Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo mengkhawatirkan Pendapatan PI 10 persen yang dikelola Perusda Pemprov Kaltim dan Pemkab Kukar sekitar Rp 500 miliar menjadi bancakan. Karena, kurangnya transparansi dan publikasi pengelolaan dana tersebut.

“Pendapatan PI ini kan dana publik. Harusnya dibuka secara jelas penggunaannya kemana saja dan diperoleh darimana. Dimanapun masyarakat Kaltim harus tahu dan kenapa juga informasi ini disembunyikan,” ujar Buyung, Selasa (19/1/2021).

Rekomendasi BPK terhadap pendapatan PI agar Pemprov Kaltim sebagai pemegang saham melalui RUPS memerintahkan Direktur PT MMPKM (Migas Mandiri Pratama Kutai Mahakam) untuk menetapkan ketentuan dan menyusun SOP (Standar Operasional Prosedur) yang mengatur tentang perhitungan laba/rugi kurs.

Selain itu, Pemprov Kaltim diminta meningkatkan pengawasan atas transaksi pengeluaran perusahaan dan tertib menyetorkan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 ke kas negara sesuai ketentuan.

Menurut Buyung, catatan BPK Kaltim ini mestinya menjadi peringatan agar Pemprov tidak bermain-main dengan dana publik.

“Harusnya LHP BPK pendapatan PI ini dibuka ke publik. Saya berpesan kepada BPK Kaltim, agar mereka membuka hasil audit. Karena wajib dipublikasikan apalagi menyangkut keuangan daerah,” katanya.

Pendapatan PI 10 persen dari Blok Mahakam harusnya dinikmati masyarakat Kaltim dan jangan sampai hanya digunakan sekelompok orang.

“Pendapatan PI yang saya baca masuk ke Perusda Provinsi. Kemudian dipotong. Ini kan jadi temuan (BPK). Hati-hati ini, apakah perhitungan sudah jelas. Saya lihat celah untuk korup dan penyalahgunaan wewenang ya disini. Harusnya ini masuk ke kas daerah Pemprov dan Pemkab,” jelas Buyung.

Pengawasan yang lemah dan tidak ketat terhadap pendapatan PI bila terus dibiarkan, dikatakan Buyung, ke depan akan bisa terjadi pelanggaran pidana seperti praktek pencucian uang.

“Pengawasan ini harusnya ada di kepala daerah yaitu di Provinsi seorang Gubernur dan di Kabupaten ada di Bupati. Kalau dengan semangat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, harusnya berapapun dana didapatkan harus dibuka dan di informasikan untuk apa saja penggunaannya. Kalau ini penggunaan tidak jelas akan jadi bancakan,” katanya.

Dalam temuannya, BPK Kaltim jua merekomendasikan agar Bupati Kutai Kartanegara memerintahkan Direktur PT MGRM (Mahakam Gerbang Raja Migas) memproses tiap permohonan pinjaman kepada perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku.

Bupati Kukar juga diminta menginventarisir dan melengkapi setiap pinjaman/piutang kepada perusahaan dengan jaminan/penjamin dan menyusun langkah-langkah penagihan piutang perusahaan.

Melihat temuan BPK pada Perusda Pemkab Kukar, Front Aksi Mahasiswa (FAM) Kalimantan Timur Nazhar mengatakan Perusda harus didorong bekerja profesional, akuntable dan transparan mengelola pendapatan PI.

“Seharusnya Pemprov kaltim dan Pemkab Kutai Kartanegara harus lebih menegaskan kepada BUMD yang sudah di tunjuk untuk pengelola PI 10% agar bekerja secara professional, akuntable dan transparan agar terciptanya perusahaan yang sesuai prinsip good corporate governance,” ujarnya.

Nazhar juga mengatakan pemerintah daerah melalui BUMD seharusnya tidak perlu lagi membuat anak perusahaan untuk pengelolaan blok Mahakam ini karena PI 10% itu bukan mereka yang mengerjakan.

“Tapi mereka hanya mengelola saja karena berdasarkan data yang ada dari tahun 2018 – 2020 PI 10% sebesar Rp 500 Miliar tapi hanya sebagian yang masuk ke kas daerah dan sebagiannya lagi masih tertahan di perusahaan. Alih-alih bisa menambah PAD dari sumber pendapatan lain eh uangnya habis di pakai untuk membayar gaji karyawan,” katanya.

Front Aksi Mahasiswa Kalimantan Timur juga mengetahui catatan audit BPK tahun 2019 untuk BUMD PT MGRM (Mahakam Gerbang Raja Migas) untuk gaji dan tunjangan direksi melebihi kepatutan.

Yang dimana penyertaan modal awal kepada PT MGRM yang diberikan Pemkab Kukar pada 2018 sebesar Rp4,95 miliar dianggap kurang efisien. Sebab sebesar 75% habis untuk gaji dan tunjangan. (myn)

Sumber: Prokal.co